30.10.10

Badal

Saints are sinners who kept on going.  ~Robert Louis Stevenson Karena kerjanya sebagai tukang becak, dipotong biaya hidup sehari-hari untuk sekeluarga, setelah menggenjot selama dua tahun baru terkumpul: Kisaran lima juta keatas, sepuluh juta ke bawah.

Uang itu dibawa ke kyainya. “Tolong sampaikan pada orang-orang di Mekkah untuk menunaikan haji atasnama almarhum ayah saya.”

Haji ini namanya Haji Badal. Badal artinya subtitut/pengganti. Jika pahala yang menghajikan adalah uang badal yang diterimanya, pahala yang dihajikan adalah kesejahteraan di alam sana. Lalu apa pahala yang telah membecak selama dua tahun?

Logika langsung protes. Daripada uang sebanyak itu buat menghajikan orang yang sudah tidak butuh makan, minum dan merokok, kenapa tidak dibelikan buku, bata, atau beras? Kenapa malah dihamburkan tak berbekas?

Apa jaminannya di alam sana arwah bakalan lebih sejahtera dengan haji badal? Apa jaminannya Tuhan masih ada?

*****

Waktu orang-orang di Mekkah ditawarkan proyek haji badal ini, mereka nanya, “Untuk siapa? Uangnya halal apa tidak?” (Karena syaratnya haji adalah kemampuan. Maka uang yang dipakai untuk haji akan diaudit perjalanan: uang bersih meringankan, uang takjelas memberatkan.)

Uang itu dekil dan bau; endapan keringat membecak selama dua tahun. Bukannya diterima, mereka malah tersindir. “Halah, cuma duit segitu. Dibayar atau tidak, selagi kita masih melayani tamuNya, kita bakal terseret arus musimnya. Sekalian ihram dan niat tak akan memengaruhi. Kembalikan uang ini ke Jawa, biar hajinya dibayar dari ikhlas kami.”

*****

Ada yang bilang, uang halal tak kemana. Mungkin saking uang itu halal (juga bau dan dekil) sampai ditolak semua tangan.

Jika dikembalikan ke tukang becak tadi, kita seperti melecehkan usaha dan ikhlasannya. Dipaksakan ke tangan penghaji badal, kita meremehkan keikhlasan mereka juga.

Jadi?

Uang itu dibangunkan mesjid. Klise, tapi tak mengapa. Mesjid itu besok akan mengumpulkan umat yang masih mau mengaji dan sembahyang. Umat yang mengaji nantinya akan ada lagi yang seperti tukang becak tadi: kerja untuk mengumpulkan uang halal, daripada merampok atau meminta.

*****

Klise, tapi tak mengapa.

Lepas dari adanya hidup setelah mati apa tidak, lepas dari adatidaknya kesejahteraan di alam sana, bukankah badal surga di dunia adalah kebahagiaan yang lebih-kekal? Adakah badal kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sebaik sejahtera sehari-hari? Tidakkah badal itu cukup bagi seorang tukang becak, maupun hartawan, untuk terus memeras peluhnya, sebaik-baiknya?

Karena jika bukan hati yang lega, tidur yang lelap, perut yang terisi, badal apa lagi kita membuat kita ikhlas mendayung, memacul dan melangkah, meski kehujanan, kemacetan dan kebanjiran setiap hari?

Semoga peluhmu menyejukkan hatimu dan mereka yang di sekitarmu, setiap hari.

Amin.

Memilih GPS

  Photo by Thomas Smith on Unsplash Tentang memilah tanda dari semesta. Gimana caranya yakin bahwa tanda yang kita dengar itu beneran wangs...