25.7.10

Cemburu

Lara

Kalau iri hati adalah dosa, apalagi cemburu. Kita cemburu karena takut kehilangan, takut kekurangan dan takut tak kebagian.

Cemburu dan iri kembar rasa. Bedanya, cemburu muncul dari ancaman pihak ketiga. Mottonya cemburu mungkin begini: "Kamu tidak boleh bahagia kecuali bersamaku." Sementara motonya iri lebih sederhana: Aku mau milikmu.

Herannya, di Timur Tengah cemburu adalah sikap ksatria.

Lilit

Di padang pasir, orang yang mencemburui pasangan dan keluarganya adalah orang-orang yang jauh dari sikap Dayyuthi: mirip babi yang tidak peduli pasangannya disetubuhi siapa.

Saking bebasnya lelaki Arab mencemburui perempuannya, sampai ditutupi seprai sepanjang hidupnya.

Kalau dipikirin, babi tidak merasa cemburu karena bisa makan apa saja. Anaknya banyak. Hidup enak. Mau ngapain cemburu?

Karena di Arab sumberdaya kehidupan susah direbut dicari, maka wajarlah cemburu dianggap sikap ksatria dan kode moral yang menjaga kelangsungan hidup di sana.

Lepas

Tapi di sini? Di negri di mana perempuan dan lelaki bisa sama-sama cari makan, beli rumah, jadi manusia seutuhnya. Di negri di mana sumber daya kehidupan hampir tumpah ruah. Di negeri yang rakyatnya buanyak bnuanget. Apa masih perlu kita menghalalkan cemburu?

Kecuali teman kita sedikit, penggemar kita jarang, dan pergaulan kita dangkal, apa masih perlu kita merasa cemburu? Apa salahnya orang lain kalau sikap sosial kita kita yang katro?

Lipat

Karena cemburu disebabkan hati yang miskin, maka obatnya juga dengan pengayaan hati. Ga pernah liat pastor atau bikkhu atau psikoterapis yang nyuruh umatnya untuk bebas bercemburu, kan?

Dalam tradisi Islam, waktu ada sahabat yang (saking cemburunya) ga ngizinin saudarinya menikah, Kanjeng Nabi bilang, "kalau kamu cemburu, Allah lebih mencemburui mereka."

Karena yang sebenarnya punya hak untuk mencemburui kita (sekaligus sumbernya semua obat) cuma Tuhan: Dia Pemilik Cipta, dari Awal sampai Akhir.

Lila

Kita semua ada jodohnya masing-masing, Seandainya jodoh sudah selesai, mau dicemburui sampai kiamatpun, apa yang dipisahkan Tuhan tak dapat disatukan cemburu.

Beruntunglah mereka yang hatinya cukup lapang untuk memuat Tuhannya; sampai matipun tak akan kesepian, apalagi kekurangan teman.

Beruntunglah mereka yang bahagia dengan apa yang telah ditetapkan, nyata atau tak kasat mata; karena hati yang kaya tak butuh ditambal janji, bukti atau benda. Amin.

18.7.10

Negeri yang Berkah

Negeri ini penuh berkah. Semua orang bisa makan, asal mau nyari. Asal mau melangkahkan kaki. Mungkin karena rakyatnya banyak, mungkin karena ummatnya taat, jadi Tuhannya murah rahmat.

Aku pernah lihat orang jalan kaki bawa alat pengukur tensi dan timbangan pijak. Biarpun pelanggannya tukang ojek & mbok jamu dan teori medisnya serabutan tapi rejekinya halal. Dia nggak nyolong, kan?

Pernah sekali lagi lihat ibu-ibu sepuh mendorong gerobak, jualannya pecel. Nggak tahu penglaris apa yang dipasangnya, tapi pelanggannya banyak. Aku menikmati takjub sambil berdiri menunggu giliran dilayani.

Sekali lagi, pernah duduk di sebelah pemuda tanggung, umurnya baru 19 tahun, pendidikannya cuma sampai kelas 5 SD, tapi sudah biasa bolak-balik Brebes-Jakarta untuk memenuhi order rambut extension. Dia punya pelanggan tetap. Dia punya tabungan. Aku salut padanya; waktu umur 19 tahun, aku lagi marah-marahnya ama uang saku yang cuma USD300/bulan.

Paling sering liat anak kecil yang (dengan modal tepuk tangan & nyanyi sumbang aja) udah bisa bikin duit di pinggir jalan. Kupikir, mungkin saking berkahnya negeri ini, sampai tepuk tangan aja bisa dijadikan modal. Asal mau tepuk tangan. Asal mau usaha.

Kalau dipikirin, jangankan manusia yang diberi tangan dan kaki dan otak. Kucing & semut & rumput aja ada rezekinya. Apalagi manusia. Apalagi manusia yang mau usaha.

Kalau dipikirin, dimana-mana cari uang susah. (Cari uang yang gampang namanya nyupang.) Tapi kalau maling & tukang santet aja ada rezekinya, apalagi pemilik niat baik. Apalagi tangan dan mulut yang baik. Apalagi yang jujur. Apalagi yang bersyukur.

Makanya jangan kuatir, semua ada bagiannya. Jangan putus asa. Jangan mengeluh. Keluarlah dan cari rezekimu. Rejekimu nggak akan kemana-mana, nungguin kamu menjemputnya.

15.7.10

Mandilah Sebelum Marah

Marah adalah satu dari ketujuh Dosa Mematikan di agama Kristen. Salah satu sumber kesengsaraan di agama Buddha. Dan di agama Islam, Kanjeng Nabi pernah ngewanti-wanti orang, "Apapun yang terjadi, jangan marah, jangan marah, jangan marah."

Serius nih, apa salahnya orang marah?

Marah = Nafsu

Kanjeng Nabi ga ngebahas lebih jauh, ga ngebilangin jenis-jenis marahnya orang. Mungkin karena semua orang kalau marah sama: rentan nafsu. Orang kalau marah, nafsu ngomongnya, nafsu makan, minum, memukul, nafsu menyebadani pacarnya jadi lebih kenceng, atau nafsu beres-beres rumah.

(Anger burns all clean. - Maya Angelou)

Marah = Ga enak

Yang pasti, semua orang akan berusaha menetralisir marah. Karena marah adalah rasa yang nggak enak. Bikin cepat tua karena merengut. Bikin hangus, karena marah adalah energi panas.

Dan yang bikin kanjeng nabi ngewanti-wanti kita tentang kemarahan karena kita jadi lebih rentan & lemah saat marah. Saking terkikis kemuliaan kita sebagai manusia saat tergoda nafsu untuk menghilangkan rasa marah yang ga enak itu.

Pernah liat orang marah? Ada yang menetralisir sakit hati dengan memaki, teriak-teriak, olahraga, kerja lebih giat, atau diam seribusatu bahasa.

Marah = Telanjang

Aslinya orang ketahuan kalau lagi marah. Kita bisa tahu kualitasnya orang, baik buruk hatinya saat dia marah.

Karena kemarahan adalah penelanjangan hati kita. Yang hatinya bersih, marahnya dengan sayang: kritik konstruktif, menjaga mulut, merubah sikap tanpa merusak. Yang hatinya belum beres. yah, yang ini sih udah banyak contohnya: bocor dengan gosip, rebutan harta, teriak-teriak ego: ini milikku, itu hakku, ini aku-aku-aku.

Marahlah Dengan Baik

Apapun metodenya, barometer sehat-tidaknya cara orang menangani nafsu marahnya adalah "seberapa jauh nafsu itu menguasainya akal sehatnya". Yang melepas marahnya dengan olahraga masih lebih mulia daripada yang marahnya bikin geger sekampung. Yang melepas marahnya dengan ngadu ama Raja Semesta, masih lebih mulia daripada yang menenggelamkan dirinya dalam debat atau bakuhantam.

Apa Harus Marah?

Enaknya sih ga marah. Tapi orang yang tidak marah sampai ke hati adalah orang-orang yang hatinya udah ga ada hubungannya lagi ama keduaniwian. Orang yang tidak bisa marah udah ga butuh dunia untuk makan dan hidup. Cukup menghirup sari dupa dan meditasi aja seperti demit. Hohoho.

Sementara umumnya manusia masih memacul di ladangnya masing-masing, masih berusaha melindungi sumber penghidupannya. Kalau ga dilindungi, gimana dia bisa hidup, kan?

Tapi ya itu dia tadi, cara kita melindungi ladang kita (dengan marah atau tidak, kalaupun dengan marah; marah yang semerusak apa), yang membedakan kemuliaan satu petani dengan lainnya.

Mandilah biar ga marah

Mungkin karena itu semua jalan spiritual mulainya dengan mandi dan membersihkan badan.

Logikanya mungkin begini:

Mandi = dingin = hati yang panas jadi adem.

Jadi kalau ada yang sering marah, mungkin karena dia jarang mandi. Hohoho.

Serius nih, menjaga kebersihan, selain sehat juga ngerem nafsu marah kita. Biar kalau marah, nafsu kita tidak bikin rusak antar-hubungan kita dengan diri maupun penghuni semesta lainnya. Biar kalau sampai khilaf/salah karena marah, masih ada celah untuk maaf dan perbaikan.

Karena yang sial sesial-sialnya bukan orang yang tidak pernah salah/marah, tapi mereka yang tidak belajar dari kesalahan/kemarahannya.

Atau mereka yang jarang mandi. Hohoho.

Memilih GPS

  Photo by Thomas Smith on Unsplash Tentang memilah tanda dari semesta. Gimana caranya yakin bahwa tanda yang kita dengar itu beneran wangs...