18.7.10

Negeri yang Berkah

Negeri ini penuh berkah. Semua orang bisa makan, asal mau nyari. Asal mau melangkahkan kaki. Mungkin karena rakyatnya banyak, mungkin karena ummatnya taat, jadi Tuhannya murah rahmat.

Aku pernah lihat orang jalan kaki bawa alat pengukur tensi dan timbangan pijak. Biarpun pelanggannya tukang ojek & mbok jamu dan teori medisnya serabutan tapi rejekinya halal. Dia nggak nyolong, kan?

Pernah sekali lagi lihat ibu-ibu sepuh mendorong gerobak, jualannya pecel. Nggak tahu penglaris apa yang dipasangnya, tapi pelanggannya banyak. Aku menikmati takjub sambil berdiri menunggu giliran dilayani.

Sekali lagi, pernah duduk di sebelah pemuda tanggung, umurnya baru 19 tahun, pendidikannya cuma sampai kelas 5 SD, tapi sudah biasa bolak-balik Brebes-Jakarta untuk memenuhi order rambut extension. Dia punya pelanggan tetap. Dia punya tabungan. Aku salut padanya; waktu umur 19 tahun, aku lagi marah-marahnya ama uang saku yang cuma USD300/bulan.

Paling sering liat anak kecil yang (dengan modal tepuk tangan & nyanyi sumbang aja) udah bisa bikin duit di pinggir jalan. Kupikir, mungkin saking berkahnya negeri ini, sampai tepuk tangan aja bisa dijadikan modal. Asal mau tepuk tangan. Asal mau usaha.

Kalau dipikirin, jangankan manusia yang diberi tangan dan kaki dan otak. Kucing & semut & rumput aja ada rezekinya. Apalagi manusia. Apalagi manusia yang mau usaha.

Kalau dipikirin, dimana-mana cari uang susah. (Cari uang yang gampang namanya nyupang.) Tapi kalau maling & tukang santet aja ada rezekinya, apalagi pemilik niat baik. Apalagi tangan dan mulut yang baik. Apalagi yang jujur. Apalagi yang bersyukur.

Makanya jangan kuatir, semua ada bagiannya. Jangan putus asa. Jangan mengeluh. Keluarlah dan cari rezekimu. Rejekimu nggak akan kemana-mana, nungguin kamu menjemputnya.

Memilih GPS

  Photo by Thomas Smith on Unsplash Tentang memilah tanda dari semesta. Gimana caranya yakin bahwa tanda yang kita dengar itu beneran wangs...