Setelah berhari-hari merasa dikalahkan di rumah sendiri, akhirnya turun juga wangsit pengusir kutu. "Garam!"
Kalau tak salah, sepekan sebelum wangsit itu turun, tiada hari berlalu tanpa kerja bakti. Ada kalanya kerja bakti itu berupa pengosekan ubin, atau membopong perabot keluar-masuk ruangan. Ada lagi dimana kerja bakti tersebut berupa kegiatan menggaruk gatal, sepanjang lengan dan kaki, sepanjang malam.
Anehnya, kutu itu pandai memilah lokasi dan potensi. Baik Kiki maupun Annisa tidak digigit. Sementara penulis kisah nestapa ini, meskipun bentolnya ratusan sebadan, kutu itu tetap tak sampai hati menggigit di tempat-tempat sensitif seperti wajah atau selangkangan. Seakan ada yang mengomando ke mana saja kutu itu boleh mencari makan. Mungkin karena itu Injil menyebutkan salah satu azab yang melanda bangsa Mesir di zamannya Nabi Musa berupa wabah kutu. Puji tasbih dan syukur. Kutu paling kupret tetap taat pada perintah Allah.
Makanya, ketika wangsit garam itu akhirnya turun, penulis sebenarnya sudah kehabisan ide, sehingga tidak mendebat lagi. Tapi, setelah sekian malam tak tidur, sekian hari berbakti, ia juga kelelahan. Meskipun wangsit itu meledak dalam kepalanya, "garamgaramgaram", meskipun renyem menggeletar, yang dituturi hanya menghela nafas dan menggumam, "Besok."
***
Garam, di ilmu sihir, adalah unsur penyerap dan pembersih. Di serial Supernatural, garam digunakan untuk membatasi ruangan dari serangan setan. Tapi di ilmu sihir sehari-hari, garam juga dapat menyerap energi penyembuh, jadi tak boleh berlebihan. Selain itu, karena 70% struktur manusia terbuat dari air, kelebihan garam tentu mematikan.
Tapi wangsit tak menjelaskan semua itu. Wangsit tak pernah bertele-tele. Ia hanya berbunyi sepatah kata atau dua, jelas dan cergas. Lalu sisanya terserah yang bersangkutan. Wangsit juga hanya muncul saat yang membutuhkan sudah berusaha semampunya, dengan segala cara dari semua arah. Lagipula, berkat tabiat manusia yang serba ngeyel, seandainya belum sampai batas putus asa, mungkin wangsit paling sakti pun tak bakal dituruti. Mungkin. Siapa tahu.
***
Yang penulis ketahui, keesokan harinya ia membeli beberapa bungkus garam dapur. Harganya kurang dari Rp 2000 per bungkus. Sebungkus diletakkan dalam mangkuk, lalu sejumput-sejumput ditebar sekitar lawang-lawang rumah. Dengan niat memagari, setiap jumput diwiridi: Bismillahi Allahu Akbar; wirid yang dibaca saat melempar jumroh di Mina. Sebungkus lagi diisikan dalam kaus kaki, diikat jadi berupa bantal. Bantal garam itu lalu diletakkan di atas kepala penulis, lalu ia duduk meditasi.
Dibanding proses mengosek ubin, efek garam bekerja sangat cepat. Lima menit kemudian penulis merasa perutnya digigit. Ketika kausnya disingkap, ratu kutu membalas pandang. Untuk memastikan, Ratu kutu itu dipites jadi tiga bagian. Lalu disapu ke luar rumah.
***
Malamnya, Wawung mimpi melihat bala kutu saling memanggil, "Berangkat, berangkat, berangkat..." dan ratu mereka, kutu terbesar serumah, melambai dari kejauhan, menjauh dari rumah.