28.12.09

Pajangan

Di pajangan, semua akan tetap bagus, sampai kita genggam. Begitu digenggam, nilainya akan anjlok jeblok. Semakin erat genggaman kita, semakin cepat pula anjlok nilainya.

Semua yang kasat mata tunduk pada aturan ini. Uang, rambut, mobil, juga gebetan yang "cantiknya seperti boneka". Semuanya akan musnah, mati, murah.

Yang nilainya selalu bertambah hanya hal-hal yang TIDAK bisa digenggam tangan, atau dilihat mata, atau didengar telinga. Hal-hal yang tak lahir dari indera, tapi menembus saringannya.

Seperti kasih sayang, sedekah, diam, sedih, besar hati, rasa syukur, qana'ah, lapar, sepi, ikhlas, pengertian, kepercayaan...

Kekal tak lain adalah rasa, 'De, bukan nama atau benda atau laku.

26.12.09

Pengakuan Dosa

…bukan untuk berbangga bahwa kita tidak lagi berbuat dosa. Tapi mengakui bahwa dalam gelimpang dosa pun ada pelajaran yang harus dipetik. Bahwa sebersih-bersihnya manusia, masih lebih kokoh mereka yang mengerti apa hakikatnya kotoran.

Bukankah dosa juga hak kita di dunia, sebuah tanda kasih dariNya juga? Karena itu, yang berat bukan menjalankan dosa, atau berbual bahwa kita tidak pernah/lagi berdosa.

Yang berat adalah memahami dosa, dan mengembalikannya dengan santun; “Tidak, terima kasih. Kenikmatan saya telah tercukupi. Kini saatnya saya merenungi maknanya.”

24.12.09

Cukup

Aku bukan teis yang baik. Setiap saat selalu ada pertanyaan itu dalam hati, “Apa betul Tuhan itu ada?”

Waktu ditanya, “tahu dari mana Tuhan itu ada?”, aku hanya bertanya balik, “Apa bedanya?”

Karena eksistensi Tuhan tidak relevan dengan penghormatan kita pada diri dan mahluk lain. Kepercayaan tak memengaruhi tsunami, bursa saham maupun kentut. Kepercayaan tidak memengaruhi lapar, korupsi atau kesombongan ketololan manusia.

Hanya saja, bagiku, dengan adanya Tuhan, semesta seakan lebih sejuk untuk diperhatikan, disyukuri, dan dimaknai.

23.12.09

Sengal

Aku d.o.n.g.o. seminggu.

Berjam-jam mengetuki kunci laptop, buntu.

Boro-boro artikel, kentut verbal saja gagu.

Maka Asosiasi PSK (Pekerja Seni Komersil) membantu,

“Apa yang membundaki heningmu?”

Mengingat ucapnya, sambil menangis, aku meng-auto-maki,

Artikel asu!”

Mana ada wahyu yang sudi menghampiri, juru catat yang tersedak kepuasan diri.

13.12.09

Semerawang

‘Han,

Kesetiaan, keimanan, kepuasan, kebohongan, keningratan

Keraguan, kehormatan, ketenaran, ketololan, kebajikan,

Nafsu, nafas, ikhlas, rasa, sukma, makna, rahasia,

Apa benar, ‘Han,

Bahwa yang nyata takah-takahnya tak kasat mata?

10.12.09

Mau?

Bukannya tidak mau. Siapa yang tak ingin menikah, punya anak, harta Harun biarpun sekarung? Siapa yang tidak lapar, birahi, dan terganggu denging nyamuk? Kita masih manusia; terikat badan dan nafsu yang bawel dan mengekang berkepanjangan.

Siapapun mau. Tapi ada yang mampu memudarkan kemauannya.

Ada yang memilih untuk selibat, mengaji dan puasa Daud selama-lamanya. Ada yang memilih untuk memutus garis keturunannya, menggantungkan karma sepenuhnya pada amal sehari-hari. Ada yang nekat harakiri sosial, mencukur titelnya dan berharap dilupakan.

Bukannya tak mampu, bukannya tak mau. Tapi ada orang-orang yang memilih untuk menjadi lebih dari sekedar manusiawi. Disambat Panggilan yang hanya terjawab dengan “Labbaik”.

8.12.09

Ojek

Aku menemukan kehangatan di punggung tukang ojek. Selain mengamanati tubuh dan nyawa pada kepiawaiannya menyelipkan motor antara truk gandeng, dia juga pendengar baik yang sepaham.

“Rumah itu harganya limabelas milyar, Kang.”
“Mahal bener!”
“Iya, kang. Duit segitu bisa buat beli berapa nyawa ya kang?”

Suatu saat, karena kepepet sepat, aku memalaki tukang ojek terdekat. Dia pasrah menerima uang ganti pemantiknya. Sekali lagi, karena malas, aku memintanya mengantar pulang tasku. Tas itu lebih cepat sampai rumah daripada pizza.

Waktu dia menurunkanku di depan salon dan bilang, “Mbak, rambutnya jangan dicukur lagi,” aku tertawa, tapi posting ini aku dedikasikan untuk anonimitas mereka.

7.12.09

Sight

“Can you see what I see?”

I looked at what he was pointing, “The one with bulgy eyes?”

He was surprised. [I was supposed to say, “There’s nothing there!”]

I asked, “What, did you think you’re the only one who can see them?”

He shrugged. Being seventeen and have someone agree with you is uncommon.

“You’re not crazy,” I explained. “Contrary to what they say, you’re not schizophrenic. You’re just like me and the Timekeeper. We’re gifted with the Sight. We see demons.”

I always wondered after that, if changing his opinion on “Western Medicine” changed his life at all.

6.12.09

100 Minggu

Mungkin orang menikah karena lebih jelas daripada pacaran tanpa tujuan. Daripada bingung mau ngapain setelah makan, nonton, makan dan nonton lagi.

Mungkin orang menikah karena semakin jauh perjalanannya, semakin besar keinginannya untuk pulang. Daripada menanggung resiko digerebek, diresmikan saja proses pemulangan itu dengan hajatan dan talak-taklik.

Soal besok-besok pindah rumah lagi apa tidak, jalan-jalan lagi apa tidak, ya urusan nanti. Yang penting Sabtu malam bisa bercengkrama tanpa mengkhawatirkan rontoknya persendian sepanjang Minggu pagi.

Soal besok-besok tetap pacaran apa tidak, berbuah anak dan rumah apa tidak, ya terserah Yang Ngasih. Yang penting Sabtu malam tidak bingung mencari teman sarapan sepanjang minggu.

4.12.09

We get lonely because…

“The most terrible poverty is loneliness, and the feeling of being unloved.” ~ Mother Teresa

…sometimes we suck at communicating.

When loneliness strikes, we talk to every part of our world, inside and imagined. We’ll update statuses. Talk to random folks. Apologize to the vegetables when we slit sacs, spill seeds.

We put ourselves in words because the silence offends more than a microphone twang.

Talking doesn’t absorb loneliness, though. Talking only pokes the silence. How others respond to our pokes is what completes the cycle; what buffers the echoes. How others respond to our pokes depends on how well we’ve been listening. Listening begins the moment we shush. And the silence melts into a smile, an eye contact, or a hug.

26.11.09

Sebanding

Aku semalam mengobrol sama Yang Punya Langit. Atau mungkin lebih cocok disebut misuh-misuh & merepet?

Aku bilang,

"Denger ya, 'Han, beberapa hari yang lalu ada anak laki-laki ganteng, tinggi, baik hati dan penuh kerja keras yang menawarkan dirinya untuk aku telanjangi, jilati dan sebadani sampai kita berdua keluar dari hidung, mati gaya & berkilap nikmat.”

Yang Punya Langit diam saja, menanti lanjutan ceritaku.

“Tahu tidak, bahwa aku - hambamu yang penuh konflik ini - MENOLAK.”

Langit menggelegar sesaat, tawaNya merobek seantero jagat.

Akupun mengeraskan suaraku, berusaha mengalahi gema gemuruh bertalu-talu.

“Aku menolaknya, ‘Han! Demi apaan coba Aku menolaknya? Demi ranjangMu yang bergetar reot saban ada anak manusia yang remnya cacat. Demi gerah resah karena tak jadi memekosanya? Demi DIRIMU YANG KAGAK KELIATAN & CUMA NGAKAK DARI SANA!!! ”

Saat tawaNya reda, aku bilang lagi.

"I hope it was worth it! Moga-moga SEBANDING penolakanku dengan dengan penyesalan karena ngelewati kesempatan untuk menyebadani lelaki itu. Moga-moga SEBANDING dengan wanita yang nanti dia jadikan istri. Moga-moga sebanding dengan sempit dan sepinya kuburanku nanti. Dengar tidak, 'Han? Yo wis. Have a nice day. Amin. Udah, cukup ketawanya, 'Han!”

17.11.09

Asar

Komrad I, pengajar workshop UKM-ku bilang, "SEMUA bisnis kita akan selalu merugi. Sekali-kalinya kita untung, saat kita melakukan salah satu dari yang berikut:

  • Percaya sesuatu,
  • berbuat kebaikan,
  • saling mengingatkan dan
  • <s>makan hati bersama-sama</s> saling menyabarkan."

Aku tanya, "Tau dari mana? Perasaan buku-buku golongan RichBastard,PoorBastard ga pernah ngajar yang kayak gitu."

Katanya, Iya, yang tahu ilmu ekonomi ini cuma yang senang baca buku klasik. Coba baca bagian "Asar" dari buku yang namanya al-Qur'an.

8.11.09

The Adulterer

“Maybe all one can do is hope to end up with the right regrets.” ~ Arthur Miller

Nude ManUnder the shower of stones, the dying adulterer cried, “O people, take me back to the Holy Prophet!”

When the story was passed on the the Prophet, he scolded the witnesses.

“"Why did you not let him off, he might have repented, and Allah may have accepted it."

23.8.09

A Practice

GettyImages.com

The first thing I said on the first long distance call I've made in months, “Jealousy ambushed me when I read your poem.”

I heard him bringing himself back to wakefulness, barely recognizing my voice across his drowsiness.

I pressed on, "Then I read your status, that you can only know how different I am by comparing me with the others, how bright is my start, by having me lain amongst the others. That's when I lost my jealousy and loved you again as you are.”

Love, like every other religion, is a practice.

6.8.09

Capek

Gettyimages.com

Dari berangkat ke Bali sebulan yang lalu, sampai tadi pagi (waktu ibu & adik balik ke Jakarta), rasanya ketemu orang terus. Dan secara aku ini adalah asisten cabutannya kyai, that's how people address me, even in Bali: "Mbak, tolong bilangin sama Bapak, niki, niku, niku, niki..."

Rasanya tangki untuk mikir & menulis & membaca & memotret udah garing sampai ke dasarnya. Bukankah mestinya liburan adalah untuk melemaskan otot, relaksasi dan bersenang-senang? Kok rasanya malah capek dan bodoh ya?

========

Omongan kayak begini ga bisa dituang ke Blog saking ga ada yang mau baca. Ga bisa ditulis di surat, diomongin di telpon, diceritain ke orang. Cuma bisa buat di sini, tempat orang ga baca, karena malu-maluin kalau ketahuan.

Ini adalah jurnal pribadi: tempat kita males cerita, tapi gengsi diuraikan dalam do’a.

Selamat datang, Hning, di rumahmu yang baru, karena rumahmu yang lama digusur si narsis Yaya.

29.4.09

Traffic

The first time my blog traffic jumped from 20 monthly, to 200, was the first time I learned to forgive the people I love.



Anger burns all clean...

Memilih GPS

  Photo by Thomas Smith on Unsplash Tentang memilah tanda dari semesta. Gimana caranya yakin bahwa tanda yang kita dengar itu beneran wangs...