5.1.11

Wawancara Terakhir

Tadi pekerja Dhamma bilang, "Tuan dan Nyonya guru memanggilmu."

Ih. Seluruh tubuhku mengrenyit. "Dosa apalagi yang akan mereka bahas kali ini?"

"Tidak tahu. Tanyalah sendiri. Mudah-mudahan semuanya berakhir baik."

Hari terakhir retret meditasi. Seharian sejak sumpah bisu dilepas, banyak yag berkomentar soal jalan bebek mendem & kelakuan tak wajar. Seumur hidup juga begitu, dari SD sampai mampus, kelakuan yang tak wajar selalu menuntut penjelasan.

Biasanya orang tua bikin daftar dosa (seperti malaikat di bahu dan rapor di akhir semester) sebelum meluncurkan vonis atas kelakuan pengikutnya. Karena gaya jalanku seperti bebek mendem, sering ngomong sendiri dan sikukuh bisa lihat setan, guru-guru meditasi khawatir. "Kita ini lagi menangani orang gila beneran apa nggak ya?"

Mau tak mau kulitku melingkar lagi. Patah arang. Aduh, lama-lama gila beneran nih.

Nggak salah juga sih. Masyarakat butuh kewajaran. Karena yang tak wajar bisa saja berbahaya. Esentrik saja tak cukup untuk menjelaskan kelakuan aneh. Kalau cuma aneh, kan mestinya bisa dikuasai. Bisa dijelaskan logika. Bisa dirubah jadi lebih wajar.

Siapa juga mau dianggap wajar. Dikotomi manusia adalah untuk berharap dirinya dianggap spesial, unik tapi tetap maksa diterima masyarakat. Masalahnya, ada juga yang berkelakuan tak wajar karena memang tak muat di lingkup normalitas. Tak bisa basa-basi terlalu lama. Tak bisa tak ngomong sendiri. Sudahlah, tahu sendiri kan? Sudah banyak contoh manusia yang sial dengan keunikannya abnormalitasnya.

Aku mengeratkan genggaman di sekeliling kameraku. Lensa gede dan gugup diagnosa tak pernah bekerjasama dengan baik. Menarik nafas panjang, aku memelas dengan mata, "Just say it already."

"So I told my husband, let's google her," kata nyonya guru, "and we found your blog. And we found out that you're not really crazy. Everything weird about you is just the way you are. You're quite a reasonable person to start with. And we just called you here to confess that we've been reading your blog."

"Your grammar needs some help though," kata suaminya, senyumnya melebarkan senyum istrinya.

Tawaku pecah. Bukannya milih pembelaan malah bingung nyari respon yang baik untuk kesaksian: Bahwa blog kampret itu masih membalas budi penulisnya, meski telah berbulan-bulan ditelantarkan.

Nulis lagi ga ya?

Memilih GPS

  Photo by Thomas Smith on Unsplash Tentang memilah tanda dari semesta. Gimana caranya yakin bahwa tanda yang kita dengar itu beneran wangs...